Saya, Mirna dan Adiknya
Monday, 31 October 2011 | comments
Waktu itu sudah malam, sekitar pukul 9.
Saya dan Mirna baru saja menyelesaikan
babak ketiga pertandingan antar jenis
kelamin kami yang sudah sekian kali
kami lakukan. Kami ada di rumah Mirna,
suami Mirna, Andre, sedang tidak berada
di rumah, dia pergi tugas luar kota lagi.
Sementara istri saya ada di rumah, saya
punya banyak alasan kalau dia bertanya
macam-macam.
"Mas Vito, aku kok kayaknya nggak
pernah bosen ya 'ngewe' sama kamu.."
kata Mirna.
"Lha, memangnya kalo sama Andre,
bosen..? Kan dia suamimu," jawab saya
agak gr.
"Bukannya gitu. Kalo sama Mas Andre
gayanya itu-itu saja, dan lagi kontolnya
Mas Andre kan nggak sebesar punya Mas
Vito," jawab Mirna jujur sambil mengurut
batang kemaluan saya yang kembali
mengeras.
"Ndak boleh gitu lho Mir. Andre itu kan
suamimu, dia baik lagi. Tapi, masa bodo
lah, yang penting memek istrinya enak
banget. Ya sudah 'ngentot' lagi yuk,
mana toketmu, sini, aku mau 'nenen'..!"
Ketika kami mau mulai babak keempat,
Vina, anak Mirna yang jadi sering melihat
maminya di 'acak-acak', masuk ke
kamar.
"Mi, masih main kuda-kudaan ya..? "
tanyanya polos.
"Iya, baru mau main lagi, kenapa Vin..?
kata Mirna.
"Vina mau bobo, tapi Vina takut, temenin
Vina ya Mi, Om Vito main kuda-kudaanya
di kamar Vina aja ya..!" pintanya penuh
harap.
Ya sudah, akhirnya saya dan Mirna
pindah arena ke kamarnya Vina. Sambil
masih bertelanjang bulat, kami berusaha
menina-bobokan Vina yang katanya
tidak kangen sama papinya, dia malah
menganggap saya papi kandungnya.
Baru sekitar 10 menit si Vina tertidur dan
3 menit si Mirna menghisap batang
kemaluan saya, telephone di kamar
Mirna berdering.
"Mas, aku ngangkat telephone dulu ya,
kali aja dari Mas Andre." kata Mirna.
"Ya, jangan lama-lama.." jawab saya.
Setelah hampir 5 menit, Mirna balik lagi
ke kamar dengan wajah bingung.
"Mas, adikku mau kesini. Dia sudah ada
di depan komplek. Gimana nih..?" kata
Mirna.
"Siapa..? Si Rere..? Dia bareng suaminya
nggak..?" tanya saya berusaha tidak
panik.
"Nggak sih, kan dia lagi pisah ranjang
sama Gery. Sudah 4 bulan ini." jawab
Mirna.
"Ya sudah, kalo dia kesini, ndak apa-apa.
Bilang aja aku lagi nemenin kalian. Apa
susahnya sih?"
Tidak lama kemudian Rere datang. Dia
adalah wanita cantik berusia sekitar 25
tahun, dengan ukuran dada sekitar 34B
(hampir sama dengan kakaknya), kulit
putih bersih dan hidung yang bangir.
Malam itu dia mengenakan 'Tank Top'
warna biru ditutup dengan Cardigan
hitam dan celana Capri (ketat,
sedengkul) warna putih.
"Malam Mbak, Eh.., ada siapa nih..?" kata
Rere.
"Ini Mas Vito, tetanggaku. Dia datang
kesini mau nemuin Mas Andre, tapi
nggak ketemu." Mirna menjawab.
"O iya, kenalin Mas, ini adikku, Rere. Re,
ini namanya Mas Vito."
"Rere," katanya sambil bersalaman
dengan saya.
"Vito," jawab saya.
"Kamu kenapa kesini..?" kata Mirna,
"Tumben-tumbenan, mana malem-
malem lagi. Kamu nggak takut apa?
Daerah sini rawan pemerkosaan lho..!"
Si Rere menjawab sambil melepas
Cardigan-nya dan memamerkan
keindahan buah dadanya, yang dapat
membuat laki-laki sesak nafas itu,
katanya, "Ngapain takut, kalo diperkosa
malah seneng. Aku sudah hampir 5 bulan
lho Mbak, nggak 'gituan'..!"
"Kamu ini kalo ngomong sembarangan,"
kata Mirna sambil melirikku, "Kasian
Mas Vito tuh, lagi tanggung, nanti dia
ngocok disini lagi."
"Tanggung..? Emangnya kalian lagi
ngapain..? Wah, macem-macem nih
kayaknya..!" tanya Rere penasaran.
Si Mirna menjawab, "Kenapa
emangnya..? Mau ikut nimbrung..?
Suntikannya Mas Vito besar lho..!"
Saya dari tadi hanya diam dan
tersenyum mendengar 'adik' saya
dibicarakan dua wanita cantik.
Lalu saya angkat bicara, "Kamu ini
ngomong apa sih Mir..? Emangnya kamu
sudah pernah liat burungku apa..?" kata
saya menggoda.
"Iya nih, Mbak Mirna. Emang udah pernah
liat..?" kata Rere.
"Wah, jangan macam-macam deh Mas,
mendingan kita lanjutin pertandingan
tadi. Kamu mau ikutan nggak Re..?" ajak
Mirna sambil kembali melepas
dasternya dan melucuti celana pendek
saya.
Melihat hal ini, Rere memekik pelan,
"Wah, itu kontol..? Gede banget, boleh
nyobain ya Mas..?"
"Ya sudah, kamu hisap-hisap ya Re..!"
kata saya, "Nah, Mir kesinikan
memekmu biar kujilatin..!"
Lalu kami bertiga bermain dengan riang
gembira. Saya duduk di sofa, sementara
Rere jongkok dan sibuk dengan batang
kemaluan saya. Mirna berdiri
menghadap saya sambil mengarahkan
kepala saya ke liang vaginanya dan
menjilatinya sampai kelojotan. Saya
tidak sadar waktu Mirna agak bergeser,
ternyata Rere sudah tidak mengenakan
apa-apa lagi, polos, telanjang bulat dan
berusaha menjepit penis saya dengan
kedua buah dadanya yang ternyata
memang besar dan membuat gerakan
naik turun.
"Ya, terus Re, enak banget..!" kata saya,
sementara Mirna sudah duduk di sebelah
kiri saya sambil mengulum bibir saya.
"Mas Vito, aku mau masukin ke memek
ya..!" pinta Rere penuh harap.
Ketika melihat dan mengamati
kemaluan Rere, saya agak kaget. Selain
botak, vagina Rere juga masih terlihat
sempit. Dalam hati saya berpikir, ini
kakak beradik punya kemaluan kok ya
sama. Lalu Rere membelakangi saya dan
memasukkan batang kemaluan saya ke
dalam vaginanya yang sempit itu dengan
perlahan-lahan. Mirna yang juga sedikit
terengah-engah memasukkan jari saya
ke dalam liang kemaluannya yang mulai
basah.
Rere benar-benar memperlakukan
batang kemaluan saya dengan baik.
Gerakan maju mundurnya sangat hebat
dan terkadang dikombinasi dengan
gerakan berputar. Menyikapi hal ini, saya
lalu mengangkat badan Rere dan saya
balikkan, hingga kami beradu pandang,
dengan posisi penis saya tetap di dalam
vaginanya yang keset-keset basah. Rere
ternyata sangat ahli dengan posisi
duduk, dia terus naik turun berusaha
mengimbangi hujaman-hujaman penis
saya yang makin lama makin dalam
menembus pertahanan liang vaginanya.
Setelah hampir 10 menit, Rere berkata,
"Mas aku keluar..!"
Tapi herannya dia masih saja
menggoyang pantatnya. Sementara itu,
Mirna ada di belakang Rere sambil
memeluk dan meremas buah dada Rere.
3 menit kemudian, giliran saya yang
bilang, "Re, aku mau keluar nih, di dalam
apa di luar..?"
"Di luar saja Mas, aku mau minum
pejunya," jawab Rere semangat.
"Re, cepat lepas..!" kata saya sambil
mengocok batang kemaluan saya
dengan cepat dan mengarahkannya ke
mulut Rere yang sekarang sudah
jongkok di bawah saya.
Ternyata benar, mulut Rere tidak hanya
menampung sperma saya yang banyak,
tapi juga benar-benar berkumur dan
menelannya.
Melihat hal itu, Mirna yang vaginanya
tidak aktif, langsung mendekati batang
kemaluan saya dan mengulumnya lagi.
Saya yang sudah banjir keringat
langsung berkata kepada Mirna, "Mir,
yang bersih ya, saya istirahat dulu
sebentar."
Sambil Mirna terus disibukkan dengan
pekerjaannya, saya menyuruh Rere
mendekat dan langsung mengulum
bibirnya yang tipis dan beraroma
sperma.
Tidak lama kemudian, batang kemaluan
saya mulai menegang lagi. Mengetahui
perbuatannya berhasil, Mirna dengan
tindakan super cepat menarik saya ke
lantai dan menyuruh saya telentang.
Mirna dengan cepat juga langsung
menduduki penis saya dan menjepitnya
dengan kemaluannya. Dengan posisi
seperti itu, tangan saya diberi
kesempatan untuk meremas payudara
Mirna dan memainkan putingnya yang
agak kecoklatan.
Setelah hampir 10 menit mengerjai
batang kemaluan saya, gerakan Mirna
mulai agak mengendur. Saya tahu, dia
sudah orgasme. Melihat hal ini, saya
membalikkan badan Mirna, dan sekarang
dia yang telentang. Kedua kaki Mirna
yang putih itu saya buka lebar-lebar
sambil menusuk vaginanya dengan
gerakan yang amat cepat dan teratur.
Erangan dan desahan Mirna sudah tidak
saya dengarkan sama sekali.
Sekitar 3 menit kemudian, saya sudah
tidak dapat menahankannya lagi.
Dengan posisi penis masih di dalam
vagina Mirna, saya menyemprotkan
cairan sperma saya untuk yang kedua
kalinya malam ini. Liang senggama Mirna
yang saya perhatikan beberapa hari ini
sudah agak melebar, tidak kuat
menampung cairan sperma saya yang
kental dan banyak. Melihat hal itu, Rere
langsung menjilati vagina kakaknya
berusaha mendapatkan air mani lagi
sambil tangannya mengocok penis saya.
Vina yang sudah tidur rupanya
terbangun karena berisik.
"Mami, aku nggak bisa tidur, itu ada
siapa..?"
"Eh Vina, ini Tante Rere. Kok kamu
nggak tidur..?" tanya Rere sambil
menyuruh Vina mendekat.
"Nggak bisa tidur Tante. Mami kenapa..?
Kok kakinya terbuka, Mami sakit lagi
ya..?" tanya Vina polos.
"Mami nggak sakit. Justru Mami malah
sehat, kan Mami habis Om suntik, nanti
sebentar lagi juga bangun." jelas saya.
"Kok Tante Rere telanjang juga? Habis
disuntik juga ya sama Om Vito?"
"Iya, soalnya Tante lagi sakit memeknya
jadi disuntik." kata Rere sambil
mengelus vaginanya sendiri.
"Memek apa sih Tan..?" tanya Vina.
Sambil membersihkan kemaluan Mirna,
saya berkata ke Vina, "Ini yang namanya
memek Vin. Ini gunanya buat masukin
jarum suntiknya Om Vito."
"Vina juga punya Om." kata Vina sambil
menyingkap rok tidurnya.
"Iya, tapi punya Vina belom boleh
disuntik. Nanti kalo sudah besar, boleh
deh..!" kata Rere sambil tersenyum.
Selama seminggu Rere menginap di
rumah Mirna, kami bertiga hampir tiap
malam mengadakan acara begituan
bersama. Vina yang selalu melihat aksi
kami selalu tertawa kalau saya
menyemprotkan sperma ke mulut mami
dan tantenya.
"Ha.., ha.., ha.., Mami sama Tante Rere
dipipisi Om Vito." katanya lucu.
Pernah sekali waktu, ketika istri saya
sedang pergi, Rere main ke rumah dan
minta disenggamai di lubang pantat.
Karena menarik, saya lakukan saja dan
ternyata itu enak sekali, seperti
menjebol kemaluan perawan.
Sekali waktu, pernah juga salah seorang
teman kantor saya main ke rumah
ketika dua kakak beradik itu kebetulan
sedang ada di rumah saya. Karena
tertarik dengan Mirna, teman saya itu
mengajak Mirna main di atas meja
makan saya. Saya dan Rere hanya diam
dan tertawa melihat teman saya
menghajar kemaluan Mirna sampai
Mirna mengalami multi orgasme.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar